Rabu, 18 Januari 2023

Nilai-Nilai Kekeluargaan, Benteng dari penyimpangan di lingkungan Pesantren

Suasana Pesantren Pondok Modern Teknik Ibnu Rusyd

Baru-baru ini, dunia santri dikejutkan dengan perkelahian antar santri di sebuah pondok pesantren di Jawa Tengah. Peristiwa itu terjadi TNU siswa kelas 2 Madrasah Tsanawiyah (MTs) itu diketahui tewas dihajar temannya MQH (13) di depan kamar santri lantai dua di sebuah pesantren  yang berlokasi di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Grobogan, pada Minggu (15/1/0/2023) pagi sekitar pukul 08.00.  Kasat Reskrim Polres Grobogan AKP Kaisar Ariadi Pradisa mengatakan TNU (14) dan MQH (13) sebelumnya terlibat perkelahian akibat salah seorang di antaranya mengusapkan keringat ketiaknya ke hidung temannya. Candaan jahil menciumkan paksa bau ketiak itulah yang memicu pertikaian keduanya. Saat ini kasus perkelahian antar santri yang menewaskan TNU (14) asal Desa Pelem, Kecamatan Gabus, Grobogan tersebut masih didalami unit PPA Satreskrim Polres Grobogan. MQH (13) warga Kecamatan Tawangharjo, Grobogan sudah diamankan untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Kekerasaan, Bullying, atau bentuk penganiayaan lain kerap terjadi. Tahun 2015, WHO melalui Global School-Based Student Health (GSHS) melakukan survey. Survey tersebut menyimpulkan bahwa 21 persen atau sekitar 18 juta anak usia 13-15 tahun mengalami bullying dalam satu bulan terakhir. Survey GSHS juga menggambarkan 25 persen dari kasus tersebut berupa pertengkaran fisik, 36 persen dialami oleh anak laki-laki dilaporkan lebih tinggi daripada anak perempuan yang hanya 13 persen.

Laporan tersebut lebih lanjut menggambarkan bahwa dampak dari bullying tersebut menyebabkan 1 dari 20 atau 20,9 persen remaja di Indonesia memiliki keinginan untuk bunuh diri. ata lain berasal dari penelitian PISA tahun 2018 menyimpulkan bahwa 41 persen pelajar berusia 15 tahun di Indonesia pernah mengalami bullying, setidaknya beberapa kali dalam sebulan.

Laporan tersebut juga menggambarkan dampak buruk dari bullying bagi korbannya. Para peneliti PISA menyimpulkan bahwa pada umumnya para korban memiliki hasil belajar yang buruk, termasuk kinerja membaca yang lebih rendah.

Data lain juga berasal dari survey Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) tahun 2018. Survey tersebut menyimpulkan bahwa 2 dari 3 remaja laki-laki dan perempuan berusia 13-17 tahun mengalami bullying.Survey tersebut juga melaporkan dampak jangka pendek maupun jangka panjang bagi kesehatan mental, gangguan fungsi sosial dan hasil belajar yang buruk. enurut rilis tersebut, jumlah ini melonjak dari tahun sebelumnya yang hanya kurang lebih 60 kasus per tahun.

Sedangkan di tahun 2021, KPAI mencatat hanya terjadi 53 kasus bullying di lingkungan sekolah, dan 168 kasus perundungan di dunia maya. Ini adalah tahun dimana sekolah berada dalam proses belajar daring. Inilah yang mrenjelaskan kasus bullying dilingkungan sekolah lebih rendah dari pada kasus di dunia maya.

Data terakhir juga berasal dari KPAI. Tahun 2022 KPAI melaporkan kasus bullying dengan kekerasan fisik dan mental yang terjadi di lingkungan sekolah sebanyak 226 kasus, termasuk 18 kasus bullying di dunia maya.Itulah data datanya. Menurut hemat kami, sesungguhnya jumlah kasus bullying lebih banyak dari kasus yang dirilis oleh KPAI, karena banyak kasus yang terjadi tapi tidak dilaporkan le KPAI, atau tidak mencuat di media.

Pembinaan Santri adalah Kunci

Pembinaan Santri di Lingkungan PMT Ibnu Rusyd

Pola pembinaan merupakan suatu usaha untuk melakukan untuk merubah sesuatu menjadi lebih baik. Pola pembinaan yang dilakukan dalam pondok pesantren dapat berupa pencegahan sebelum santri melakukan penyimpangan dan tindakan yang dilakukan pembina pondok pesantren setelah santri melakukan penyimpangan dengan menggunakan ketentuan peraturan yang telah disepakati. Dasar pengukuran efektivitas pembinaan ini dapat dilakukan melalui berbagai hal seperti perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, tersedianya sarana dan prasarana. Terdapat 4 pola pembinaan antara lain: Membina santridan membimbing santri yang mempunyai problem agar mereka bisa mengatasi

Kekeluargaan atau Ukhuwah adalah nilai dasar atau fondasi

Al-ukhuwwah yang dimaksud adalah terbangunnya al-ittishal (hubungan) di dalam tubuh umat, jama’ah, dan masyarakat Islam ini, baik fardiyyan (bersifat personal) maupun jama’iyyan (kolektif).


إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat, 49: 10)

Hubungan yang terjalin antara sesama muslim dalam bingkai ukhuwah ini adalah:

Pertama, at-ta’aruf (saling mengenal).

Jangankan antara sesama muslim, bahkan at-ta’aruf ini pun harus dilakukan diantara sesama umat manusia di muka bumi ini. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala berikut ini,

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

 

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat, 49: 13)

Seorang muslim diberikan arahan oleh agama yang mulia ini untuk saling mengenal antara sesama manusia, bukan untuk saling merasa lebih tinggi karena kebangsaan dan kesukuan atau saling membanggakan garis keturunan (nasab). Tujuan at-ta’aruf ini adalah saling tolong menolong dan bahu membahu di atas kebaikan dan ketakwaan sehingga berbagai hal positif bisa terwujud.[1]

Adapun pengenalan seorang muslim terhadap saudaranya adalah meliputi pengenanalan yang bersifat jasadiyyan (fisik), fikriyyan (pemikiran), dan nafsiyyan (kejiwaan). Riwayat berikut ini dapat menjadi acuan bagi kita tentang bagaimana pengenalan yang ideal terhadap sesama muslim.

 

عَنْ خَرَشَةَ بْنِ الْحُرِّ قَالَ شَهِدَ رَجُلٌ عِنْدَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِشَهَادَةٍ فَقَالَ لَهُ لَسْتُ أَعْرِفُكَ وَلَا يَضُرُّكَ أَنْ لَا أَعْرِفَكَ ائْتِ بِمَنْ يَعْرِفُكَ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ أَنَا أَعْرِفُهُ قَالَ بِأَيِّ شَيْءٍ تَعْرِفُهُ قَالَ بِالْعَدَالَةِ وَالْفَضْلِ فَقَالَ فَهُوَ جَارُكَ الْأَدْنَى الَّذِي تَعْرِفُ لَيْلَهُ وَنَهَارَهُ وَمَدْخَلَهُ وَمَخْرَجَهُ قَالَ لَا قَالَ فَمُعَامِلُكَ بِالدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ اللَّذَيْنِ بِهِمَا يُسْتَدَلُّ عَلَى الْوَرَعِ قَالَ لَا قَالَ فَرَفِيقُكَ فِي السَّفَرِ الَّذِي يُسْتَدَلُّ بِهِ عَلَى مَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ قَالَ لَا قَالَ لَسْتَ تَعْرِفُهُ ثُمَّ قَالَ لِلرَّجُلِ ائْتِ بِمَنْ يَعْرِفُكَ

Kharasyah ibnul Hurr berkata: “Seorang laki-laki hendak memberikan kesaksian kepada Umar ibn Khatthab radhiyallahu’anhu. Umar berkata kepadanya, ‘Aku tidak mengenalmu, dan tidaklah membahayakanmu bahwa aku tidak mengenalmu, datangkanlah seseorang yang mengenalmu.’ Seorang laki-laki dari kaumnya berkata, ‘Aku mengenalnya.’ Umar bertanya, ‘Apa yang kamu kenali tentang dia?’ Laki-laki itu menjawab, ‘Kebaikan (‘adalah) dan keutamaannya’. Umar bertanya, ‘Apakah ia tetangga dekatmu yang kamu ketahui keadaannya di malam hari dan di siang hari, keadaannya ketika datang dan pergi?’ Laki-laki itu menjawab, ‘Tidak’. Umar bertanya, ‘Lalu, apakah kamu bermu’amalah dengannya berkaitan dengan dinar dan dirham yang keduanya itu dapat menunjukkan kehati-hatiannya?’ Laki-laki itu menjawab, ‘Tidak.’ Umar bertanya, ‘Lalu, apakah kamu pernah bepergian dengannya dalam suatu perjalanan, yang dapat menunjukkan kemuliaan akhlaknya?’ Laki-laki itu menjawab, ‘Tidak.’ Umar berkata, ‘Kamu belum mengenalnya.’ Lalu Umar berkata kepada laki-laki yang akan bersaksi, ‘Datangkanlah seseorang yang mengenalmu.’” (As-Sunanul Kubra, 19769)[2]

 

Dari riwayat di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang itu sungguh-sungguh telah mengenal saudaranya apabila:

 

  •          Mengetahui kondisi aktivitas atau tingkah lakunya di siang dan di malam hari.
  •          Mengetahui kehati-hatiannya dalam bermu’amalah terkait harta.
  •          Mengetahui kemulian akhlaknya dari pergaulan yang intens.

 

Kedua, at-tafahum (saling memahami).

At-Tafahum adalah buah dari at-ta’aruf yang mendalam. Dengan saling mengenal dan memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing diharapkan akan terjalin ta’liful qulub (ikatan hati), ta’liful fikrah (ikatan pemikiran), dan ta’liful a’mal (ikatan amal). Tiga hal ini ditandai dengan terwujudnya suasana saling nasihat menasihati.

Ketiga, at-ta’awun (saling tolong menolong).

Di awal telah disebutkan, tujuan at-ta’aruf (saling mengenal) diantara manusia yang berbangsa-bangsa dan bersuku-suku adalah saling tolong menolong dan bahu membahu di atas kebaikan dan ketakwaan. Hal ini menjadi keniscayaan dalam skup yang lebih khusus lagi yakni diantara sesama muslim.

Allah Ta’ala berfirman,

وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah, 5: 2)

Muslim yang satu dengan yang lainnya wajib tolong-menolong dalam mengerjakan kebajikan, melakukan yang diperintahkan Allah dan ketakwaan. Sebaliknya, mereka dilarang tolong-menolong dalam berbuat dosa, melakukan maksiat dan permusuhan, sebab yang demikian itu melanggar hukum-hukum Allah.

Mereka sukarela membantu baik dalam hal-hal yang menyangkut urusan hati (al-qalbiy), pikiran (al-fikriy), maupun amaliah (‘amaliy). Ta’awun hati misalnya diwujudkan dalam bentuk empati dan kepedulian; ta’awun pikiran diwujudkan dengan memberi saran dan sumbangan pemikiran; ta’awun amali dalam bentuk bantuan dan pertolongan secara materi, dan lain sebagainya.[4]

 Keempat, at-takaful (saling menanggung).

Dari uraian sebelumnya tergambar, ukhuwah Islamiyah yang dibangun di tengah-tengah umat, masyarakat, dan jama’ah Islamiyah ini bahkan sampai pada tingkatan saling menanggung beban. Hadits-hadits yang telah dikemukakan sebelumnya mendorong umat Islam ke tingkatan at-takaful ini. Sehingga suasana at-talahum (sehati) dan at-tarahum (kasih sayang) benar-benar terjalin kuat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan gambaran yang begitu indah kepada umatnya tentang hal ini.

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

Perumpamaan orang-orang beriman dalam cinta, kasih sayang, simpati mereka bagaikan satu jasad, jika salah satu anggota tubuhnya ada yang mengeluh, maka bagian yang lain juga mengikutinya dengan rasa tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Muslim No. 2586, Ahmad No. 18373)

الْمُؤْمِنُ للْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضاً وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ .

Seorang mu’min terhadap mu’min yang lain, ibarat sebuah bangunan yang sebagiannya mengokohkan bagian yang lain” (dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjalinkan antara jari-jarinya)” (Muttafaq ‘alaih).

Dari 4 Karakter di atas dapat dimengerti bahwa Ukhuwah merupakan sebuah pemahaman yang perlu diajarkan dan dibiasakan dalam kehidupan santri. Sikap yang tidak baik kerap muncul lantaran fondasi Ukhuwah Islamiyah di antara santri tidak dibangun dengan baik. Pengawasan yang dilakukan secara intens dapat dilakukan oleh para asatidz. Mengingat, para santri memiliki jiwa atau emosi yang tidak stabil sehingga perlu untuk selalu dilakukan pendampingan demi pendampingan dalam berkehidupan di lingkungan Pondok Pesantren

Referensi :

www.Tarbawiyah.com

Membaca statistik bullying Republika

Kompas.com/Santritewas berkelahi

 

Tags :

GUS ARIFIN

Keutamaan Yang Berjuang Di Jalan Allah

  • " Dosa yang diampuni "
  • " Mendapat kemenangan yang besar "
  • " Mendapat pertolongan Allah "

  • : Pondok Modern Teknik Ibnu Rusyd
  • : Juli 2010
  • :Jl. Benda No. 310 RT 03/010 Kel. Padurenan Kec. Mustika Jaya Kota Bekasi Jawa Barat
  • : pmtibnurusyd@yahoo.com
  • : +6282130225869